Ustadz Haji Muhammad Syahril Thaher. (Foto/Istimewa)
Senin 5 September 2022 l 9:03 WIB
MEDAN (Al-Maksum). Ayahku Ustadz Haji Muhammad Syahril Thaher bin Thaher lahir di Simabur, Batusangkar-Sumatera Barat tahun1946, tanggal dan bulannya sampai sekarang tidak diketahui, karena datanya tidak ada sama sekali.
Tepatnya sekitar tahun 1967 ayahku berkeinginan kuat untuk menuntut ilmu agama Islam di Makkah. Kepergian dalam menuntut ilmu di Makkah mendapat restu dari Gubernur Sumatera Barat yaitu H. Syaukani, dengan dikeluarkannya surat jalan resmi menggunakan kop surat Gubernur Provinsi Sumatera Barat yang ditanda-tangani langsung Gubernur H. Syaukani.
Dalam perjalanannya menuju Makkah, ayahku singgah ke Sumatera Utara tepatnya di Medan. Di Medan ayahku bersilaturahmi dikediaman Syekh Azra’i Abdurrauf yang beralamat Jalan Sei Deli Medan. Setelah bersilaturahmi, ayahku memutuskan untuk belajar ilmu Al-Qur’an dengan Syekh Azra’i Abdurrauf yang merupakan salah satu Imam di Masjidil Haram Makkah.
Karena tidak punya uang untuk sewa rumah, ayahku memutuskan untuk tinggal di masjid. Alhamdulillah, tidak jauh dari kediaman Syekh Azra’i Abdurrauf ada sebuah masjid, masjid itu bernama Marased yang beralamat di jalan Sei Deli persimpangan jalan Glugur Guru Patimpus Medan. Tidak berlangsung lama ayahku pun mendapat izin dari BKM Masjid Marased untuk tinggal di masjid menjadi marbot masjid, muadzin dan imam masjid.
Kesungguhan belajar ilmu Al-Qur’an dengan Syekh Azra’i Abdurrauf membuahkan prestasi disetiap perlombaan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) mulai dari tingkat Medan sampai tingkat provinsi Sumatera Utara, bersama sahabat beliau antara lain H. Hasan Basri Sya’i (almarhum), H. Adlan Adam (almarhum), dan H. Abdul Wahid (almarhum). Selanjutnya, ayahku dipercaya untuk menjadi Dewan Hakim Bidang Tajwid di MTQ Medan dan Provinsi Sumut.
Kemudian setelah berumah tangga dengan Ibuku yang bernama Sri Guna Tanjung binti Sidi Polin yaitu generasi pertama dari murid Hj. Nurasyiah Djamil (musisi, penyanyi dan pencipta lagu) yang beralamat jalan Persai, Simpang Limun Medan, ayahku menyewa rumah di Jalan Utama/Amaliun Gang Tertib No. 10 Medan, Kelurahan Kota Matsum IV Kecamatan Medan Area (lebih dikenal dengan rumah Belanda, yang punya rumah beragama Kristen). Disana ada sebuah masjid yang bernama Masjid Al-Ikhwaniyah. Di Masjid Al-Ikhwaniyah, ayahku diamanahkan menjadi Imam Masjid.
Kemudian ayahku berkeinginan untuk mengembangkan ilmu Al-Qur’an dikediamannya. Setelah mendapat izin dari Gurunya yaitu Syekh Azra’i Abdurrauf, ayahku membuat Majelis Al-Qur’an, akhirnya dibukalah Majelis Al-Qur’an Maghrib Mengaji dikediamannya dengan jumlah murid 60 orang mulai dari anak-anak, remaja dan dewasa dari berbagai kecamatan, dengan biaya belajar mengaji seikhlasnya. Saat itu ngaji masih menggunakan lampu petromat yang digantung.
Banyak sekali kenangan bersama ayah dan ibuku di Jalan Utama/Amaliun gang Tertib, karena kami 8 bersaudara (satu orang meninggal) lahir di tempat tersebut. Masa kanak-kanak kami dihabiskan bersama-sama didaerah itu.
Sangat berat menjaga marwah ayah seorang imam masjid, setiap hari kami diberi nasehat, kalau pulang sekolah jangan melalak harus segera pulang kerumah, berpakaian harus sopan menutup aurat, keluar rumah selalu memakai lobe/kopiah, shalat fardhu wajib harus ke masjid, tidak boleh keluyuran malam, belajar murattal dan tilawah Al-Qur’an setiap hari.
Untuk tetap mempertahankan amanah sebagai imam Masjid Al-Ikhwaniyah, ayahku sempat menolak tawaran dari sahabatnya yaitu H. Agus Thaher untuk masuk pegawai negeri di Kanwil Kemenag Sumut, jawaban ayahku membuat H. Agustus Thaher terharu sambil geleng-geleng kepala, ayahku menjawab bahwa kantor saya ada didepan, dimana ustadz? tanya H. Agus Thaher, itu di Masjid Al-Ikhwaniyah (sambil menunjuk masjid) jawab ayahku, karena rumah pas di depan masjid. Akhirnya Agus Thaher memahami jawaban ayahku. Memang sangat berat menjadi seorang imam di masjid, selalu menjaga waktu dalam melaksanakan shalat fardhu wajib di masjid setiap hari.
Sampai akhirnya tiba, ayahku sedang bersiap-siap untuk berangkat bertugas menjadi Dewan Hakim MTQ tingkat provinsi Sumatera Utara di Arama Haji P Masyur Medan, tepatnya ba’da dzuhur sehabis mandi, ayahku terkena serangan stroke pertama. Disitu awal kehidupan ekonomi kami mulai goyang, ditambah lagi ayahku tidak bisa lagi menjadi imam di Masjid Al-Ikhwaniyah. Sampai akhirnya ayahku berhenti jadi imam di Masjid Al-Ikhwaniyah untuk selamanya.
Selama kurun waktu 6 tahun menderita sakit stroke, Akhirnya ayahku wafat terkena serangan stroke ketiga di RS H. Adam Malik Medan pada hari Selasa 21 Mei 1996 pukul 19.00 WIB dan di kebumikan di Perkuburan Muslim Jalan Halat Medan saat itu langsung dihadiri Atok KH Aziz Usman Ketua MUI Medan.
Karena keterbatasan ekonomi, warisan rumah nggak ada, apalagi harta kekayaan juga nggak ada, kamipun hidup berpindah pindah rumah, menyewa rumah yang paling murah, dengan membawa perbekalan ilmu Al-Qur’an yang diwariskan Ayahku Haji Muhammad Syahril Thaher Imam Masjid Yang Istiqamah. (Red)
Pewarta: Ahmad Zaim Syah
Editor: Muhammad Rifai
Kontributor: Yaser Thaher